Bersepakat untuk berbeda


Salah satu kesalahan terbesar manusia, cenderung membenci sesuatu hal yang sebenarnya tak ia mengerti.

Bermula beberapa saat yang lalu tersiar kabar kabar bahwa terjadi penolakan terhadap Ustadz Khalid Basalamah di Banjarmasin. Ternyata penolakan serupa juga terjadi terhadap beliau di kota-kota lainnya.

Saya terenyuh.

Meskipun saya terlahir di keluarga muslim yang “tradisional”, dimana dari segi pemikiran dan faham mungkin saya berseberangan dengan beliau. Saya menolak dan menyayangkan resistensi masyarakat terhadap majelis beliau.

Bukankah sebagai muslim yang selalu selalu mengambil jalan tengah, menjungjung tinggi nilai toleransi, tidak mudah mengafirkan umat muslim yang lain, tidak mudah membid’ahkan sesuatu hal yang baik, tidak mudah merasa diri paling suci. Seharusnya bisa lebih berprasangka baik terhadap beliau dan jalan dakwahnya?

Ya, mungkin beliau mengambil sikap tegas dan keras untuk menolak amaliyah-amaliyah masyarakat pada umumnya seperti peringatan maulid, tahlilan, tawassul atau bahkan perihal fiqh lain nya yang bersifat furu’iyah (cabang-cabang syariat). Namun bukan berarti kita juga harus bersikap keras pula terhadap dakwah beliau. Seperti gayung yang bersambut. 

Khusnuzdon saja. Mungkin saja beliau tidak atau belum mengerti bagaimana esensi dari konsep amaliyah-amaliyah tersebut.

Karena bukankah guru-guru kita sudah berulangkali mengabarkan, bahwa jalan menuju Allah Subhanahu wa ta’ala itu banyak?

Kenapa kita tidak bersepakat saja untuk berbeda? Bersepakat untuk tidak sepakat.

Lanaa a’maaluna, wa lakum a’maalukum (Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu).

PS :
Photo by

http://www.moslemtoday.com/video-tabligh-akbar-ustadz-dr-khalid-basalamah-ma-dibubarkan-paksa-oleh-gp-ansor-di-sidoarjo/